2 jam perjalanan di bis yang
mayoritas waktu digunakan
untuk mendengarkan
lagu asmara berbahasa Inggris
dan Indonesia.
3 hari yang penuh
dengan kejutan,
dari para panitia
yang menjanjikan air tambahan
bagi kami yang mampu
mempertahankan keproaktifan
disaat sesi dijalankan.
Kami habiskan ujung hari
di bawah naungan papan seadanya
yang cukup untuk melindungi para kaki
dari dinginnya hembusan angin
yang menyerang di malam hari.
Suatu malam kami membahas
seorang dari dua puluh satu
yang pada akhirnya hanya bisa tersipu
atas pelajaran yang ia terima
dari para panitia
dan teman-teman yang menyayanginya.
Sesi esok dimulai pada hari dini,
dilanjut dengan permainan
yang mengasah kekompakkan kami.
Semuanya pun kami jalani
dengan senyuman tertulus dari hati,
karena hanya bisa berbatin
bahwa semua ini terjadi
demi kebaikan kami sendiri.
Malamnya kami pun kembali
bernaung di bawah papan yang kami cintai
untuk melanjutkan sebuah sesi
oleh seorang pemimpin teladan
yang meninggalkan bekas
dalam pemikiran yang ditujukan untuk
membangun pondasi komitmen kami
untuk setahun ke depan.
Banyak sekali yang sebenarnya
belum terungkapkan melalui
tulisan sederhana ini.
Ku hanya bisa mengucapkan puji syukur
yang panjangnya tak terukur
atas pengalaman yang menjadi awal dari
seorang penulis yang dulunya pengecut itu,
untuk menjalankan hari demi hari
perlahan bertumbuh untuk lebih berani.
3 months I spent my days without writing on this domain, and here I am finally publishing again. A brief piece telling a story about a leadership camp I joined a few weeks ago, during which I’ve absorbed so many new life lessons from.
Part of the reason why I wrote this in Bahasa was because of how frankly, most of my readers have told me that they could relate more when I write this way. Consider this as an act of writing experiment, I guess. I’ll still write my posts in English, though for now, I believe this small post should suffice.
I’ll see you around.